Minggu, 13 Januari 2013

Ketika Berdua


aku menatapnya, sepintas, ia yang duduk di sisi erat merapat, kemudian ia berbisik, siapa dia yang sedang kau nanti; angin membawa dingin tiba-tiba berhembus melintas di depan kita, ia kian merapat, kelu, bisiknya lagi, kita membisu.

lama berdiam, aku menunggu, dia -mungkin sama- menunggu, sedang ia yang di sisiku kian gelisah, apa kau mengenalnya? atau kau menunggu untuk meng
enalinya? kembali sepi tergugu, gerimis mulai jatuh, langit mengabu, sepertinya hujan segera datang.

bayangnya mungkin telah sampai di sini, harumnya juga, aku menciumnya setelah tadi angin yang melintas sepertinya ceroboh tak menutupnya, jangan pergi dulu, sebentar lagi dia menemuimu, bisiknya lagi.

hujan benar datang, jatuh berguguran serupa kembang buah kapas yang memecah saat tiba musim semi, warnanya putih, merepih rata di atas kepala, tak membasahi hanya lembut membuat gigil.

aku tatap matanya, pelan kukecup punggung tangannya, ini januari dik, bukankah engkau dan aku biasa menunggu, bukankah engkau yang biasa menyimpan setiap debaran kala waktu mendetak mendekatkan aku dengannya.

aku tatap matanya -kian tajam- ia sepertinya tersenyum, aku maknai apa selengkung sabit yang ia ciptakan itu, wajahnya cahaya putih nyaris nyata tapi tetap tak mampu terlukiskan.

hujan yang datang kian pekat, pelan ia menengelamkan aku dan bayang kenangan atasnya.

...

SCheH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar