Senin, 14 Januari 2013

Sehelai rambutmu yang menjadikannya puisi



Aku ingin menukar sehelai ingatan yang berisi penuh dengan puisi ini
dengan sehelai rambutmu yang hitam,
dan kemudian mengikatkan hitamnya pada ruas-ruas jemariku
hingga tak mampu lagi ia bergerak dan membiarkan
meski kemudian ia menjerit-jerit meneriakkan kebebasan.

Helaian yang lainnya pun –dan sama penuh dengan puisi- akan aku simpan
terlalu sesak, terlalu lelah jika aku harus kembali bacakan satu-satu
tapi itu kukerjakan,
setelah engkau menyerahkan sehelai rambutmu itu
sebelum aku mengikatkannya di jemari
jemari yang tak pernah henti memuisikan segala tentangmu,
segala tentangnya.

Dan sesudahnya mungkin kita masih dapat bercengkrama

Engkau yang biasa diam sebelum aku sapa
semoga saja mau terlebih dulu menyapa
mengisahkan sekeping sunyi
yang kau simpan di kedalaman matamu
melinangkan hening yang diam-diam biasa kau luruhkan kala aku tak menatap
atau membuang jauh-jauh kenangan yang terbaca di wajahmu, saat aku coba menerka

Masih tentangmu,
tentang perempuan yang wajahnya sukar kuhapus meski sepanjang usia kubasuh

Akan kau berikankah padaku sehelai rambut hitammu itu?
atau seperti yang sering terjadi,
engkau membiarkan setiap aku mengingatmu
seluruh ingatanku mengalirkan beribu kata ke ujung jemari
dan melahirkan puisi-puisi melankolis lewat kuku-kuku rapuhku.

Setelahnya,
kembali engkau masyuk dalam sunyi
sambil pelan menyenandungkan kidung kerinduan
yang entah untuk siapa, entah untuk rindu yang apa.


SCheH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar